Domo-kun Staring

Selasa, 11 Maret 2014

Bahan Ajar Keperawatan gigi mengenai Karies gigi dan posisi Paada saat melakukan preparasi

Karies Gigi & Posisi Operator saat melakukan Preparasi 

Disusun Oleh
Nama : Nurindah Sari
Kelas/semester : 1 A / Dua
NIM : PO713.261.131.036

Politeknik Kesehatan Makassar Jurusan Keperawatan Gigi
Tahun Ajaran 2013/2014


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Bila berbicara mengenai gigi,tentu tidak terlepas dari membicarakan jaringan penyangga gigi ( jaringan periodontal). Jaringan ini yang menjadi tempat tertanamnya gigi. Jaringan periodontal terdiri dari gusi,sementum, dan jaringan pengikat tulang penyangga gigi (alveolar). Jaringan inilah yang mengikat gigi,pembuluh darah dan persarafan menjadi satu kesatuan. Bila karang gigi tidak dibersihkan maka kuman – kuman yang menempel dapat memicu dan menyebabkan terjadinya infeksi pada daerah penyangga gigi. Penderita biasanya mengeluh gusinya terasa gatal,mulut berbau tak sedap, gosok gigi sering berdarah, bahkan adakalanya gigi itu dapat lepas dengan sendirinya dari jaringan penyangga gigi. Infeksi yang mencapai lapisan dalam gigi (tulang alveolar) akan menyebabkan tulang penyangga gigi menipis sehingga perbandingan panjang gigi yang tertanam pada tulang dan yang tidak tertanam 1 : 3, maka gigi pun akan mudah goyang dan tanggal.
Karies gigi merupakan masalah gigi dan mulut yang banyak dijumpai pada anak-anak di Negara berkembang termasuk Indonesia, dan cenderung meningkat pada setiap dasawarsa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 90% anak mengalami karies. Angka ini diduga lebih parah di daerah daripada di kota dan pada anak-anak golongan ekonomi menengah ke bawah. Kondisi ini tentu saja berpengaruh pada derajat kesehatan anak, proses tumbuh kembang bahkan masa depan mereka (Depkes RI., 2000). Data SKRT (2004) menyatakan bahwa,
prevalensi karies mencapai 90,06%. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 melaporkan bahwa prevalensi karies gigi aktif pada usia 12 tahun sebesar 29,8% dengan indeks DMF-T 0,91 dan mencapai 4,46 pada usia 35-44 tahun (Depkes RI., 2008).
Karies atau yang lebih dikenal dengan gigi berlubang merupakan kejadian yang paling sering dijumpai pada masalah gigi dan mulut. Gigi berlubang merupakan penyebab penyakit infeksi yang umum terjadi dan dialami oleh 95% penduduk dunia. Data tahun 2004 dari Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa insiden gigi berlubang di Indonesia terjadi sebanyak 90,05%. Meski prevelansinya tinggi, namun karies masih sering dianggap sepele.
Banyak riset yang menunjukkan hubungan antara penyakit periodontal dan gigi berlubang dengan penyakit sistemik,terutama penyakit jantung. Kuman yang bersarang pada karies  dapat “mendarat” ke pembuluh darah dan organ seperti jantung,ginjal, dan liver. Oleh karena itu ada beberapa kasus penyakit yang menyeluruh pada tubuh yang sebenarnya dipicu oleh infeksi dari gigi, biasa disebut sebagai infeksi fokal,misalnya infeksi pada otot jantung (miokarditis).
B.     Tujuan Pembelajaran
a.       Mahasiswa mampu mengetahuai apa itu karies
b.      Mahasiswa mapu menjelaskan proses terjadinya karies
c.       Mahasiswa mampu membedakan klasifikasi karies
d.      Mahasiswa mampu mengetahui posisi  pasa saat melakukan preparasi






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian karies gigi

Karies gigi adalah suatu penyakit yang merupakan interaksi dari host (penjamu), agent (penyebab), envitonment  (lingkungan), lime (waktu) yang menghasilkan kerusakan pada jaringan keras gigi (email, dentin, sementum) yang tak bisa putih kembali. Karies gigi merupakan hancurnya email dan dentin yang mengakibatkan lubang pda gigi.
Karies adalah suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan cementum yang disebabkan oleh aktivitas jazad renik terhadap suatu jenis karbohidrat yang dapat diragikan Tandanya adalah adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya (Kidd & Bechal, 1992).
Karies adalah penyakit gigi yang menyerang jarinagan keras gigi serta penyakit multifaktorial dengan adanya determinalisasi dan reminelisasi. Perjalanan penyakit karies gigi meliputi Iritasi pulpa, dimana pada saat ini karies masi mengenai email serta belum timbul rasa sakit.
Karies gigi adalah penyakit pada jaringan keras gigi yang paling sering ditemui.  Kerusakan ini tampak jelas karena gigi mengalami kerusakan, biasanya berlubang dan berubah warna menjadi cokelat atau hitam. Jika ada titik kecil di gigi yang berwarna, bisa jadi ini adalah pertanda awal karies gigi.




        Gambar . Karies Gigi 

B.     Faktor Penyebab terjadinya karies gigi

Faktor utama penyebab karies gigi digambarkan sebagai 4 lingkaran yang saling berorientasi (multifaktoral). Lingkungan pertama adalah host, yang meliputi gigi dan saliva, lingkaran kedua adalah faktor mikroorganisme (plak), lingkaran ketiga adalah faktor substrat (makanan) dan lingkaran yang keempat adalah faktor waktu, selain faktor langsung yang ada di dalam mulut (faktor dalam) yang berhubungan dengan karies gigi terdapat juga faktor-faktor tidak langsung yang disebut faktor resiko luar, yang merupakan faktor predisposisi dan faktor penghambat terjadinya karies. Faktor luar tersebut antara lain adalah usia, jenis kelamin, keadaan penduduk dan lingkungan, pengetahuan kesadaran dan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan gigi misalnya mengenai jenis makanan dan minuman yang menyebabkan karies gigi (Ruslawati, 1991).

Karang gigi menyebabkan permukaan gigi menjadi kasar dan menjadi tempat menempel plak kembali sehingga lama kelamaan karang gigi akan mengendap,tebal dan menjadi sarang kuman. Karang gigi dapat terlihat kekuningan atau kehitaman biasanya akibat bercampur dengan rokok,teh dan zat – zat lain yang dapat meninggalkan warna pada gigi. Jika white spot dapat dideteksi sejak dini maka proses karang gigi menjadi karies gigi dapat dihentikan dengan cara mempertahankan kebersihan gigi.
Berbagai faktor yang dapat menyebabkan terbentuknya karies adalah :
·         Frekuensi konsumsi makanan berkarbohidrat yang terus menerus akan meningkatkan risiko terjadinya karies.
·         Frekuensi pajanan gigi terhadap makanan dan minuman yang bersifat asam juga dapat meningkatkan tingkat pembentukan karies. Minuman soft drinks berkarbonat dan sport drinks merupakan contoh minuman yang memiliki sifat asam tinggi. Dengan frekuensi tinggi atau waktu pajanan yang cukup lama terhadap minuman tersebut maka proses demineralisasi akan berlangsung cepat.
·         Factor pelindung alami dari pelikel maupun saliva dapat mencegah serta membatasi terjadinya karies.
·         Fluor dan elemen – elemen lainnya juga mempengaruhi dalam perkembangan terjadinya karies.
·         Faktor modifikasi yang dapat mempengaruhi terjadinya karies antara lain perubahan gaya hidup serta kondisi kesehatan umum dari pasien.

Faktor – faktor di atas sebenarnya dapat dibagi ke dalam 3 besar, yaitu struktur gigi, mikroorganisme (Bakteri) di dalam mulut, dan frekuensi asupan makanan. Bila salah satu diantaranya dihambat atau dikendalikan maka akan mencegah gigi berlubang.
C.    Proses terjadinya karies

Proses terjadinya karies gigi ditandai dengan adanya perubahan warna putih mengkilat pada email menjadi putih buram yang disebut white spot. Faktor yang harus ada dalam proses karies gigi adalah makanan, plak, email dan waktu. Makanan yang mengandung gula (sukrosa) dengan adanya kuman dalam plak (coccus) maka berbentuk asam (H+) dan jika berlangsung terus menerus, maka lama kelamaan pH plak menjadi ± 5. Asam (H+) dengan pHini akan masuk kedalam sub surface dan akan melarutkan kristal-kristal hidroxyapatit yang ada, dan akan menyebabkan demineralisasi email berlanjut menjadi karies gigi. Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin melalui lubang fokus tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan lubang).  lama kelamaan kalsium akan keluar dari email, proses ini disebut sub surface decalsifikasi ( Nio, 1987).
Biasanya karies terlihat berwarna cokelat kehitaman atau noda-noda putih yang bila diraba dengan sonde, email belum tersangkut. Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin melalui lubang fokus tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan lubang). Kavitasi akan timbul bila dentin terlibat dalam proses tersebut. Lama-kelamaan bagian karies ini akan terasa kasar serta diikuti dengan tertahannya sonde. Namun kadang-kadang begitu banyak mineral hilang dari inti lesi sehingga permukaan mudah rusak secara mekanis, yang menghasilkan kavitasi yang makroskopis dapat dilihat.  Karies yang berwarna cokelat kehitaman lebih lama menimbulkan lubang pada gigi sedangkan noda yang berwarna putih lebih cepat menimbulkan lubang (Tarigan, 1995)
Kavitasi baru timbul bila dentin terlibat dalam proses tersebut. Namun kadang-kadang begitu banyak mineral hilang dari inti lesi sehingga permukaan mudah rusak secara mekanis, yang menghasilkan kavitasi yang makrokopis dapat dilihat. Pada karies dentin yang baru mulai terlihat hanya lapisan keempat (lapisan transparan, terdiri dari tulang dentin sklerotik, kemungkinan membentuk rintangan terhadap mikroorganisme dan enzimnya) dan lapisan kelima (lapisan opak/tidak tembus penglihatan, di dalam tubuli terdapat lemak yang mungkin merupakan gejala degenerasi cabang-cabang odontoblast).  Baru setelah terjadi kavitasi, bakteri akan menembus tulang gigi. Pada proses karies yang amat dalam, tidak terdapat lapisan-lapisan tiga (lapisan demineralisasi, suatu daerah sempit, dimana dentin partibular diserang), lapisan empat dan lapisan lima. Akumulasi plak pada permukaan gigi utuh dalam dua sampai tiga minggu menyebabkan terjadinya bercak putih. Waktu terjadinya bercak putih menjadi kavitasi tergantung pada umur, pada anak-anak 1,5 tahun dengan kisaran 6 bulan ke atas dan ke bawah, pada umur 15 tahun, 2 tahun dan pada umur 21-24 tahun, hampir tiga tahun. Tentu saja terdapat perbedaan individual. Sekarang ini karena banyak pemakaian flourida, kavitasi akan berjalan lebih lambat daripada dahulu. Pada anak-anak, kerusakan berjalan lebih cepat dibanding orang tua, hal ini disebabkan:
1.      Email gigi yang baru erupsi lebih mudah diserang selama belum selesai maturasi setelah erupsi (meneruskan mineralisasi dan pengambilan flourida) yang berlangsung terutama 1 tahun setelah erupsi.
2.      Remineralisasi yang tidak memadai pada anak-anak, bukan karena perbedaan fisiologis, tetapi sebagai akibat pola makannya (sering makan makanan kecil)
3.       Lebar tubuli pada anak-anak mungkin menyokong terjadinya sklerotisasi yang tidak memadai
4.      Diet yang buruk dibandingkan dengan orang dewasa, pada anak-anak terdapat jumlah ludah dari kapasitas buffer yang lebih kecil, diperkuat oleh aktivitas proteolitik yang lebih besar di dalam mulut.
Sebenarnya, kuman tersebut memang pada normalnya ada di dalam rongga mulut (flora normal). Keberadaan kuman itu di dalam rongga mulut sangat dipengaruhi oleh kebiasaan makan, jumlah sukrosa yang terdapat dalam karbohidrat yang dikonsumsi, dan kebersihan mulut. Jika frekuensi aktivitas makan dan jumlah sukrosa yang dikonsumsi berada dalam level tinggi disertai kebersihan mulut yang tidak terjaga maka konsentrasi fluoride pada mulut dan kemampuan sistem penyangga (buffer) saliva (ludah) akan menjadi rendah akibatnya tingkat keasaman mulut dan jumlah kuman Streptococcus mutans pun akan meningkat.
Keadaan ini akan membuat mineral gigi menghilang secara progresif, yang disebut sebagai proses demineralisasi. Sebenarnya ada proses yang mengimbangi demineralisasi tersebut,yaitu proses remineralisasi oleh ludah (saliva). Ludah akan menetralkan asam sehingga ion – ion mineral dari cairan di sekitar gigi dapat diletakkan kembali pada gigi. Dengan kata lain, proses karies dianggap sebagai hasil ketidakseimbangan antara proses demineralisasi dan remineralisasi yang terjadi terus menerus.
Karang gigi dapat dibersihkan dengan alat yang disebut scaler. Ada scaler manual dan ada ultrasonic scaler. Setelah dibersihkan dengan scaler, karang gigi akan hilang dan gigi menjadi bersih. Namun karang gigi dapat timbul kembali apabila kebersihan gigi tidak dijaga dengan baik.
Karies pada gigi tidak selalu harus ditambal. Jika ada bagian gigi yang sudah mulai menghitam merupakan gejala terjadinya karieskaries tidak akan berlanjut. Penambalan hanya dilakukan jika lubang gigi sudah mencapai lapisan yang lebih dalam.
D.    Klasifikasi Karies Gigi
·         Klasifikasi I
1.      Karies Primer :
Karies yang terjadi saat serangan pertama pada gigi.
2.      Karies Sekunder / Recurrent Caries :
Karies yang terjadi pada tepi restorasi gigi yang dikarenakan permukaan yang kasar, tepi menggantung (overhanging margin), pecahnya bagian-bagian gigi posterior yang mempunyai kecenderungan karies karena sulit di bersihkan.
·         Klasifikasi II
1.      Karies Acute / Rampant karies :
Karies yang prosesnya berjalan cepat dan meliputi sejumlah besar gigi geligi.
2.      Karies Khronis :
Karies yang prosesnya berjalan lambat, mengenai beberapa gigi saja dan lesinya juga kecil / sempit. Badan masih bisa membuat pertahanan tubuh ( sekunder dentin dan daerah berwarna kehitaman ).
·         Klasifikasi III
1.      Pit dan Fissure karies :
Karies yang mengenai permukaan kasar gigi yaitu pada bagian pit dan fissure.
2.      Smooth Surface Cavity :
Karies yang mengenai bagian halus gigi yaitu bagian lingual (dekat lidah), palatal (dekat langit-langit), bukal (dekat pipi), dan labial (dekat bibir).
·         Klasifikasi IV
Senile Caries : Karies yang terletak di atas gingival (supra gingival) dan sering terjadi pada orang yang sudah lanjut usia.
·         Klasifikasi V
Recidual Caries : Jaringan karies yang tersisa sesudah dilakukan  preparasi kavitas (penambalan  gigi).
·         Klasifikasi VI
1. Simple Caries : Karies yang mengenai satu permukaan gigi, misal karies mengenai bagian lingual saja (bagian gigi dekat lidah).
2. Compound Caries : Karies yang mengenai / melibatkan dua permukaan gigi, misalnya karies mesio oklusal, karies disto oklusal.
3. Complex Caries : Karies yang mengenai / melibatkan tiga permukaan atau lebih, misalnya karies mesio oklusal distal atau karies distal oklusal bukal. 
           
a.      Klasifikasi Karies Gigi Prof G.V Black
    Gambar. Klasifikasi Karies Gigi G.V. Black

Klasifikasi Karies Gigi Prof G.V. Black digunakan untuk menentukan perawatan pasien. Berikut ini adalah Klasifikasi Karies Gigi Prof G.V. Black:

Kelas 1
Karies pada permukaan occlusal yaitu pada 2/3 occlusal, baik pada permukaan labial/lingual/palatal dari gigi-geligi dan juga karies yang terdapat pada permukaan lingual gigi-geligi depan.
a). Semua karies pada Pit dan fissure yang terjadi pada :
(1). Permukaan oklusal posterior (permukaan pengunyahan gigi   geraham)
(2). 2/3 bagian oklusal, permukaan bukal dan lingual/palatal gigi posterior ( bagian pengunyahan, permukaan dekat pipi dan dekat lidah/langit-langit gigi geraham)
(3). Permukaan palatal incisal insisivus rahang atas.
b). Karies pada permukaan halus yang terjadi pada 2/3 oklusal atau incisal semua gigi.
Kelas II
Karies yang terdapat pada permukaan proximal dari gigi-geligi belakang temasuk karies yang menjalar ke permukan occlusalnya. Karies pada permukaan proksimal gigi posterior (sela antar gigi geraham


Kelas III
Karies yang terdapat pada permukaan proximal dari gigi-geligi depan dan belum mengenai incisal edge. Karies pada permukaan proksimal incicivus dan caninus (sela antar gigi depan), belum melibatkan sudut atau tepi incisal.

Kelas IV
Karies pada permukaan proximal gigi-geligi depan dan telah mengenai incisal edge. Karies pada permukanan proksiamal incicivus dan caninus (sela antar gigi depan), sudah melibatkan sudut incisal.

Kelas V
Karies yang terdapat pada 1/3 cervical dari permukaan buccal/labial atau lingual palatinal dari seluruh gigi-geligi. Karies pada 1/3 gusi (gingival third) permukaan labial (dekat bibir), lingual (dekat lidah) atau permukaan bukal (dekat pipi) semua gigi.

Kelas VI
Karies yang terdapat pada daerah incisal edge gigi depan atau pada ujung cups dari gigi belakang.

b.      Karies Gigi Menurut Kedalamannya (Djuita, 1983).

1.      Kries insipiens : Merupakan karies yang terjadi pada permukaan email gigi ( lapisan terluar dan terkaras dari gigi ), dan belum terasa sakit hanya ada pewarnaan hitam atau cokelat pada email.
2.      Karies Superfisialis :  kedalaman karies baru mengenai email saja (sampai dentino enamel junction), sedangkan dentin belum terkena.
3.      Karies Media : karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah dentin. Gigi biasanya terasa ngilu bila terkena rangsangan dingin, makanan asam dan manis.
4.      Karies Profunda : karies yang sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-kadang sudah mengenai pulpa. Biasanya terasa sakit secara tiba-tiba tanpa rangsangan apapun. Apabila tidak segera diobati dan ditambal maka gigi akan mati, dan untuk perawatan selanjutnya akan lebih lama dibandingkan pada karies-karies lainnya.

c.       Bentuk Penampilan Khusus Karies (Houwink, 1993)
a. Karies Sika ( Sicca )
Suatu bentuk yang mendapat sebutan karies sika, dijumpai sebenarnya dalam keadaam khusus. Pada gigi geligi depan sulung sering dilihat bahwa bagian bukal pada gigi molar setelah jatuhnya dinding-dinding kavitas mempunyai sedikit retensi plak. Hal ini dapat terjadi pada gigi tetap/permanen terutama dijumpai pada orang tua. Karena biasanya timbul setelah rusaknya atau larutnya email, karies sika sebetulnya menyangkut dentin. Pada umumnya merupakan suatu keadaan hitam, kenyal seperti kulit, stabil dan sedikit progresif. Meskipun menyangkut kerusakan besar, pasien tidak merasakan sakit, tapi hanya masalah estetik.
b. Karies Botol
Suatu bentuk khusus lain karies adalah karies botol. Karies yang berkembang sangat cepat pada anak-anak balita yang selalu minum susu atau minuman manis lainya (di tempat tidur)  dari botol. Biasanya banyak gigi yang terkena.
c. Karies Tukang Roti
Merupakan salah satu kelainan  dalam mulut yang timbul akibat pekerjaannya dan sedikit dijumpai.
Bahan tepung dan gula pada tukang roti, pada pekerja produksi dalam industri barang dagangan manis-masis yang banyak makan makanan kecil (manis) menyebabkan orang – orang ini mempunyai banyak karies. Terutama pada tukang roti karies terdapat pada permukaan bukal semua gigi.
d. Karies Sementum atau karies leher gigi.
Terjadi bila gingiva terletak pada batas email- sementum terjadi biasanya pada usia 40 sampai dengan 50 tahun terutama pada permukaan bukal dan aproksimal.
Karies ini juga dapat terjadi karena faktor letak dan anatomis gigi yang sukar untuk dilakukan perawatan penambalan / restoratif.




BAB III
PEMBAHASAN II
A.    Posisi operator saat melakukan preparasi
1. Pengertian Posisi kerja dalam Four Handed Dentistry
Posisi kerja operator dan asisten berdasarkan arah jarum jam baik dalam keadaan duduk maupun berdiri.
2. Pembagian zona kerja
Ada 4 zona pada posisi kerja berdasarkan arah jarum jam:
1. Zona operator berada pada posisi arah jarum jam 7-12
2. Zona asisten berada pada posisi arah jarum jam 2-4
3. Zona statis (untuk instrumen dan bahan) berada pada posisi arah jarum jam 12-2
4. Zona transfer berada pada posisi arah jarum jam 4-7

 
Gambar 4-1 posisi operator dan asisten sesuai arah jarum jam
Di bawah ini ada beberapa gambaran mengenai posisi kerja berdasarkan arah jarum jam, walaupun sebenarnya posisi kerja bisa juga berubah tergantung dari lingkungan klinik, perawatan yang dilakukan (misal: pencabutan, penambalan, scalling dll) serta kenyamanan dari masing-masing individu.

3. Posisi kerja sesuai arah jarum jam
3.1 Posisi kerja jam pada perawatan Exodontia
3.1.1 Posisi kerja jam pada perawatan Rahang Atas kanan
Posisi operator yang nyaman pada jam 10, asisten pada jam 3, sedangkan meja instrumen pada jam 2. Kepala pasien menoleh ke kiri, jari telunjuk tangan kanan fixasi pada permukaan bukal Molar 1 Rahang Atas, kaca mulut posisi di dekat I1 atau I2 Rahang Bawah. Bisa juga melakukan penambalan dengan posisi operator di jam 11/12 dengan cara merangkul pasien/dibelakang pasien. Posisi asisten dan meja instrumen menyesuaikan.


a. Posisi jam pada perawatan RA Kiri
Posisi operator di jam 9/10, kepala pasien menoleh menghadap operator, kaca mulut agak jauh dari bagian oklusal gigi RA kiri, dekat dengan bibir bawah. Daerah proksimal dan gingival akan mudah terlihat. Fixasi jari pada gigi Molar 1, juga berfungsi untuk membuka mukosa pipi dan bibir.

b. Posisi jam pada perawatan Rahang Bawah Kiri
Posisi operator di jam 9, kepala pasien menghadap kea rah operator. Kaca mulut dekat dengan molar RB. Tangan operator menyilang, tangan kiri yang memegang kaca mulut terletak dibawah tangan kanan yang memegang instrument lain. Asistan duduk di jam 3 dan meja instrument di jam 2. Sinar lampu direfleksikan lewat kaca mulut.

c. Posisi jam pada Perawatan Rahang Bawah Kanan
Posisi operator yang nyaman adalah di jam 9. Sebaiknya pasien tidak dalam posisi “supine” tetapi membentuk sudut 450 , kepala pasien menghadap kearah operator, rahang pasien
sejajar siku operator. Fixasi dilakukan pada permukaan bukal gigi molar dengan bantuan mirror dan gigi lain yang dekat dengan handpiece


d. Posisi jam pada Perawatan Anterior RB dan RA
Biasanya posisi operator di jam 8. Bekerja dengan bantuan operator terutama pada bagian lingual dan palatinal. Tetapi untuk perawatan pada sebelah labial, pandangan langsung dengan mata, kaca mulut digunakan untuk membuka mukosa labial.


NO
JENIS TINDAKAN
POSISI OPERATOR
POSISI ASISTEN












Tabel Posisi Operator dan asisten berdasarkan jenis perawatan
B.     Transfer Alat
1. Pengertian transfer alat
Teknik pergerakan antara kedua tangan operator dan asisten dalam melaksanakan tugasnya di tempat bekerja.

2. Tujuan transfer alat dan bahan
Transfer alat pada four handed mempunyai tujuan dapat mempercepat kerja perawatan (ergonomy). Pada waktu pertukaran alat antara operator dan asisten dilakukan pada ’zone transfer’. Transfer alat dilakukan melewati diatas dada pasien. Seorang asisten harus mempunyai respon yang cepat terhadap suatu kebutuhan alat atau bahan dari operator. Oleh sebab itu seorang asisten harus banyak-banyak berlatih cara transfer alat ini.

3. Metode Transfer Alat
§  Transfer satu tangan ( one handed transfer)
Metode ini sering dipakai. Biasanya metode ini dipakai pada perawatan penambalan, misalnya antara sonde dengan excavator, pistol amalgam dengan amalgam stopper.
§  Transfer dua tangan (Two Handed Transfer)


§ 
BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Bila berbicara mengenai gigi,tentu tidak terlepas dari membicarakan jaringan penyangga gigi ( jaringan periodontal). Jaringan ini yang menjadi tempat tertanamnya gigi. Jaringan periodontal terdiri dari gusi,sementum, dan jaringan pengikat tulang penyangga gigi (alveolar). Jaringan inilah yang mengikat gigi,pembuluh darah dan persarafan menjadi satu kesatuan. Bila karang gigi tidak dibersihkan maka kuman – kuman yang menempel dapat memicu dan menyebabkan terjadinya infeksi pada daerah penyangga gigi. Penderita biasanya mengeluh gusinya terasa gatal,mulut berbau tak sedap, gosok gigi sering berdarah, bahkan adakalanya gigi itu dapat lepas dengan sendirinya dari jaringan penyangga gigi. Infeksi yang mencapai lapisan dalam gigi (tulang alveolar) akan menyebabkan tulang penyangga gigi menipis sehingga perbandingan panjang gigi yang tertanam pada tulang dan yang tidak tertanam 1 : 3, maka gigi pun akan mudah goyang dan tanggal.
Proses terjadinya karies gigi ditandai dengan adanya perubahan warna putih mengkilat pada email menjadi putih buram yang disebut white spot. Faktor yang harus ada dalam proses karies gigi adalah makanan, plak, email dan waktu. Makanan yang mengandung gula (sukrosa) dengan adanya kuman dalam plak (coccus) maka berbentuk asam (H+) dan jika berlangsung terus menerus, maka lama kelamaan pH plak menjadi ± 5. Asam (H+) dengan pHini akan masuk kedalam sub surface dan akan melarutkan kristal-kristal hidroxyapatit yang ada, dan akan menyebabkan demineralisasi email berlanjut menjadi karies gigi. Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin melalui lubang fokus tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan lubang).  lama kelamaan kalsium akan keluar dari email, proses ini disebut sub surface decalsifikasi ( Nio, 1987).